PENDAFTARAN REUNI AKBAR SMPN 1 PAGARALAM 2010
PENDAFTARAN REUNI SMPN 1 PAGARALAM
Ada dua solusi
1. KONTRIBUSI Rp . 25.000 / Orang, akan mendapat souvenir.
2. KONTRIBUSI Rp. 50.000 / Orang, akan mendapat souvenir dan kaos.( size kaos )
Pendaftaran di tutup pada 1 septembar 2010.
SILAHKAN PILIH YANG MANA SUKA ………..
Acara : REUNI AKBAR 2010
Waktu Awal : pada 12hb September pukul 8.30 pagi
Waktu Selesai : pada 12hb September pukul 1.00 ptg
Lokasi : Almamater SMP Negeri 1 Pagaralam
Rek Panitia Reuni SMP Negeri 1 Pagaralam
No rek : 1520985773
Atas nama : Panitia Reuni SMPN negri 1 Pagaralam
Bank Sumsel cabang Pagaralam...
Mohon keikhlasannya Terime kasih....
kepada yang telah memberikan sumbangan kami atas nama semua alumni mengucapkan ribuan terimakasih, semoga bermanfaat untuk kita semua..... Amiiiin.
Kalau sudah menyetor ke rekening tolong
KIRIM PESAN KE INBOX FACEBOOK : SMPN SATU PAGARALAM
nama : ..................................................................
no telp : ................................................................
jumlah kontribusi : ....................................................
jam dan tanggal menyetorkan di bank tersebut : .................
dan nomor transfernya : ..............................................
ukuran kaos ( untuk yang kontribusi 50 ribu ) : ....................
nama nama yang terdaftar boleh di lihat di nota smpn satu pagaralam.
Slip / resit transfer harap disimpan untuk ditukarkan ke suvenir atau kaos (untuk memudahkan semakan).
Untuk melihat proposal boleh dilihat di album gambar smpn satu pagaralam.
Pendaftaran di tutup pada 1 septembar 2010.
Sekian terimaksaih.
Kontak person
Untuk ϑï Palembang,
1. Endang Noriswara Rasman ('87) hp 081377813007,
2. Pebby Nurjanah ('91) hp 081271171140,
3. Emryan Zamhari ('88), hp 07115333501,
4. Yudhistira Sumsago ('93) hp 081995171433.
contact person Pagaralam :
1. Dewi Erlita : 0816-32158885
2. Armand Kahfi : 0811-7104641
3. Anjas H : 0852-73913999
4. Yuli Hendarini : 0812-7359500
5. Budi Apriansyah : 0812-10414527
6. Noprika : 0813-67124181
Untuk kab OKU Induk, timur n Selatan : Rudy Herawan ('87) hp 08127172096
untuk di Jakarta
1. Abdul rozak harun (89) hp 081314364588,
2. Nelly Apriani (89)hp 081381775836
Friday, May 14, 2010
Thursday, May 13, 2010
PROPOSAL REUNI AKBAR SMPN 1 PAGARALAM 2010
Wednesday, May 12, 2010
Tuesday, May 11, 2010
SEJARAH SMPN 1 PAGARALAM
SELAYANG PANDANG REUNI AKBAR SMP NEGERI 1 PAGAR ALAM
Periodisasi sejarah tidak semua bisa tercatatkan dengan baik, semua terserak diantara saksi hidup yang menyimpan dan mendokumentasikan kenangan itu dalam ingatan, separuhnya disimpan dalam bentuk gambar yang mungkin gambar itu akan bercerita pada suatu saatnya nanti, sisanya puing bisu bangunan yang diam tidak bisa menceritakan dirinya sendiri . Bentuk-bentuk kesaksian ini bercampur menjadi Kenangan seiring dengan perjalanan bangsa ini baik itu manis maupun getir. dalam suatu suasana yang bisa ditafsirkan dalam situasi kebatinan yang berbeda-beda, namun ia akan tetap hidup dalam setiap denyut nadi kehidupan manusia meski dari satu zaman ke zaman yang lain mempunyai makna yang berbeda.
Sejarah sejatinya adalah cerita perjalanan peradaban manusia yang hal itu bukan saja sebuah cerita, tapi ia berisikan kondisi objektif sosial, politik, ekonomi, kultur saat itu. Pagar alam dengan bentang alam yang begitu baik, tanah subur, masyarakat agraris bergotong royong dengan solidaritas terhadap sesama yang tinggi. Saat itu, daerah ini cukup terisolasi, untuk mencapainya orang-orang harus menempuh jalan berkelok dan berat untuk mencapainya. Disanalah SMP Negeri 1 Pagar alam berada, dipayungi oleh kokohnya gunung dempo, hawa dingin nan sejuk menjadikan kota kecil yang dulunya terisolasi dari kehidupan kini telah menjadi salah satu kota dengan pertanian dan pariwisata sebagai andalannya.
SMP Negeri 1 Pagar alam, sebagai wadah mencetak kader bangsa, telah menghasilkan begitu banyak putra terbaiknya dan telah mengabdi diberbagai bidang kehidupan baik itu dalam pemerintahan, politik, seni, pers, wirausaha dan lain sebagainya. Untuk itu, semestinya kita tidak bisa lupa atau melupakan bagaimana jerih payah, keringat, dan air mata bagaimana sebuah sekolah di kota kecil itu dibangun dan dibesarkan. Hal itu dibangun oleh, guru-guru, orang tua murid, tokoh masyarakat, pemerintah yang berdedikasi tinggi tanpa mengenal lelah, mereka menginginkan anak-anak muda dikota kecil yang bernama Pagar alam itu dibekali pengetahuan, bagaimana ilmu pengetahuan itu menuntun mereka untuk menjadi manusia yang beradab dan memberikan sumbangsih besar bagi bangsa ini.
Mulanya pada tahun 1947 Sekolah Menengah Pertama telah berdiri dikota Pagar Alam yang mencetak tamatan pertamanya Bapak Musanif yang berlokasi di Jalan Mayjend S. Parman yang saat ini telah menjadi SMA PGRI Pagar alam. Namun ketika akhir tahun 1948, ketika pendudukan Belanda kedua sekolah tersebut dibumi hanguskan akhirnya sekolah tersebut bubar begitupun murid muridnya. Hal ini pada periode itu memutus generasi pendidikan menengah untuk periode beberapa waktu paling tidak dalam waktu empat tahunan.
( Berphoto dengan Pak Musanif salah seorang alumni yang pertama smpn Pagaralam )
Tekad untuk tetap mendirikan Sekolah Menengah Pertama tersebut akhirnya dikuatkan dengan berdiri kembali Sekolah Menengah Pertama dengan status sekolah swasta pada tahun 1952 salah satu alumninya adalah Bapak H.M. Kafrawi Rachim. Sekolah tempat mendidik Bapak Kafrawi Rachim inilah kemudian cikal bakal lahirnya SMP Negeri 1 Pagar Alam.
( berphoto bersama Bapak H.M Kafrawi Rachim )
Bapak Rachim, Bapak Latif dan Bapak Nangcik beserta anggota masyarakat lainnya bermufakat untuk meningkatkan status sekolah menengah pertama tempat bapak Kafrawi Rachim bersekolah itu kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Menengah Pertama Negeri Pagaralam pada tahun 1956. kegembiraan itu ditandai dengan diadakanlah pesta rakyat untuk meresmikan sekolah tersebut menjadi sekolah menengah pertama negeri satu-satunya pada saat itu di kota kecil Pagar Alam. kota kecil itu begitu gembira menyambut perubahan status SMP Alundua menjadi SMP Negeri Pertama yang kemudian menjadi SMP Negeri 1 Pagar Alam.
Bapak Muhammad Saeri pemuda 26 tahun tamatan SGB di Boyolali Jawa Tengah tanpa rasa takut datang ke kota kecil itu untuk sebuah pengabdian seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang kemudian menjadi Kepala Sekolah Pertama SMP Negeri Pagar Alam pada tahun 1956. Dia harus menempuh perjalanan 3 hari dari tempat kelahirannya menyeberangi selat sunda, kemudian naik kereta api dari tanjung karang menuju lahat, kemudian melanjutkan naik bis sampai ke tempat pengabdiannya SMP Negeri Pagar alam pertama suatu tempat yang belum bisa dibayangkan olehnya sebelumnya.
Sesampainya di sekolah yang ditujunya itu, sekolah itu masih dalam bentuk pendopo tanpa dinding, dia ditemani ibu Murtini yang kemudian dipersuntingya, Pak Lamsari, Pak Busmar, Ibu Rohayah, Pak Sauf dan beberapa guru lainnya membangun dan mengabdi untuk mendidik putra bangsa yang terisolasi dari kehidupan luar, mereka dengan gigih mengajar dan mendidik putra bangsa dikota kecil belum lagi tersentuh pembangunan akibat dari baru bebasnya bangsa itu dari belenggu penjajahan.
Ibu Murtini yang merupakan istri Pak M. Saeri itu tidak bisa melupakan kenangannya terhadap salah seorang muridnya. Yaitu seorang anak dari desa Bandar besar tinggi dan pintar itu, dialah Bochari Rachman, Ibu Murtini sangat mengenangnya, anak yang seringkali terlambat itu. Anak itu berjinjit-jinjit bersembunyi menyelusup masuk kelas ketika Ibu Murtini lengah menulis di papan tulis ketika pelajaran telah dimulai. Keinginan kuat anak itu untuk bersekolah dari tempat yang sangat jauh, hanya dapat ditempuh dengan mobil tua yang terseok-seok, ketika melewati tebing lematang mobil yang ditumpanginya itu harus didorong berulang kali mengakibatkan dia sering kali terlambat ke sekolah. Tapi kepintaran dan keinginan kuatnyalah Ibu Murtini tidak bisa melupakan anak muridnya itu, kemudian saatnya nanti muridnya itu menjelma menjadi Professor dan menjadi pendidik mengikuti jejak guru kesayangannya itu dan dialah salah satu siswa pertama SMP Negeri Pagar alam yang juga salah putra terbaiknya.
Lain lagi cerita yang dikenang oleh Bapak Machfudz Rachim, dia mengenang betapa mirisnya pendidikan pada awal kemerdekaan itu, siswa bahu-membahu dengan guru menyelesaikan prasarana fisik gedung sekolah itu dengan selalu melaksanakan kerja bakti. Para murid saat itu tidak hanya ditugasi belajar tetapi juga melaksanakan kerja bakti secara bergotong royong untuk memperbaiki kondisi sekolah sehingga kondisinya berangsur layak menjadi kelas dalam proses belajar mengajar. Itulah yang dapat mereka kenang tentang SMP Negeri Pagar alam cikal bakal SMP negeri 1 Pagar Alam.
Napak tilas sejarah ini menjadi tonggak sejarah penting pendidikan umum di Kota Pagar alam, puing bangunan yang tersisa, pohon beringin yang masih berdiri tegak, pekuburan limbungan disekitar SMP Negeri 1 Pagar Alam itu menjadi saksi bisu evolusi itu, andai mereka dapat bercerita, akan menjadi sangat lengkap tonggak sejarah itu dapat diletakkan dan dituliskan sesuai dengan proporsinya.
Benar kata Bapak Revolusi Nasional Soekarno JANGAN PERNAH MELUPAKAN SEJARAH. Karena dari sejarahlah, kita dapat memetik pelajaran dan cermin yang jujur bagaimana perjuangan dimasa lalu telah dibenihkan untuk kita tuai dimasa ini dan mendatang hingga kita dapat menggapai masa depan yang gilang gemilang. Mereka yang berperan mendidik putera-puteri besemah itu, mesti lah kita berikan penghargaan dan penghormatan yang tinggi tanpa mereka apalah artinya kota itu. Kota itu tidak akan menjadi kota yang beradab seperti di masa ini.
Saat ini, SMP Negeri 1 Pagar alam telah menghasilkan siswa nya yang mengabdi disegala bidang kehidupan, bahkan beberapa diantara ada yang telah menduduki puncak karir dimasing-masing bidangnya, yaitu ada telah menghasilkan menjadi Jenderal, Walikota, Wakil Rakyat, Hakim, Seniman bahkan Pengusaha.
Itulah selayang pandang tentang sekolah tua itu, yang telah berumur lebih dari setengah abad namun diketuaannya dia tidak menjadi tua bahkan dia semakin berperan mencetak kader bangsa yang berkualitas.
Tibalah saatnya bagi alumni, anak-anaknya untuk memberikan ruang waktu, tenaga, pikirannya untuk urun rembug bersama-sama tidak hanya untuk kembali mengenang masa indah yang dialami sewaktu berseragam putih biru. Tapi dapat berkontribusi bersama terhadap rumah besar dimana kita dibesarkan. Rumah ini silih berganti beregenerasi dan beranak pinak terus menghasilkan alumninya dan dia takkan pernah berhenti untuk menghasilkan putra bangsa terbaiknya. Namun sudah selayaknyalah kita kembali mendengarkan panggilannya, panggilan bunda terhadap anaknya untuk bersama kembali. Bukan hanya sekedar kembali tapi memperbaiki rumah besarnya dan memperindahnya. Sang bunda memanggilnya seluruh anak-anaknya untuk mengabdi kepadanya.
MARI BERDAMAI DENGAN MASA LALU
Kebenaran tentang perebutan kekuasaan tidak boleh dibikin jelas;
pada mulanya ia terjadi tanpa alasan tapi kemudian menjadi masuk
akal. Kita harus memastikan bahwa kebenaran itu dianggap sah dan
abadi; adapun asal-muasalnya sendiri harus disembunyikan, jika kita
tidak ingin kebenaran itu cepat berakhir.
Setelah dua tahun Bapak Muhammad Saeri menjadi Kepala Sekolah SMP Negeri Pagar Alam (waktu itu, satu-satunya SMP Negeri disana) tepatnya tahun 1958. Bapak Saeri mengundang adiknya Bapak Syamsuri yang baru saja tamat SGA di Yogyakarta untuk membantunya di Pagar Alam untuk menjadi tenaga pengajar disekolah yang dipimpinnya itu. Karena sekolah yang baru saja dibangun dan dikembangkan itu masih sangat kurang tenaga pendidik, maka Bapak Syamsuri pun ikut serta menjadi tenaga honorer di sekolah itu.
Ketika tim penelusur sejarah mendatanginya Bapak Syamsuri bercerita ketika ia menjadi tenaga honorer, murid-muridnya, masyarakat, tokoh masyarakat begitu besar memberikan dukungan besar kepada tenaga pendidik disekolah itu. Masyarakat di kota kecil itu menempatkan guru dalam kedudukan yang sangat tinggi. Dan sering kali diberikan banyak kemudahan kepadanya dan dirinya pun sebagai rantauan pun diterima dengan baik oleh masyarakat disana.
Dengan gaji sebesar Rp.17 (Tujuh Belas Rupiah) saja, jika dibelanjakan mungkin uang sekecil itu hanya dapat bertahan dalam seminggu bahkan kurang walau hanya untuk membeli kebutuhan pokok saja. Namun, kultur masyarakat kota kecil itu begitu indah, hampir setiap hari rumahnya tinggalnya tepat di depan jagalan atau simpang dusun pagar alam disinggahi masyarakat dan orang tua murid hanya untuk memberikan sayur-sayuran dan buah-buahan segar sebagai penghargaan kepadanya sebagai tenaga pendidik disana. Itulah kultur masyarakat Pagar alam yang masih terwariskan sampai dengan sekarang. Sebuah pengabdian tangguh tanpa berpikir akan imbalan, itulah cermin guru pada saat itu.
Kondisi Pagar alam yang damai dan sejuk tidak terpengaruh dengan hiruk pikuk politik, itu berlanjut sampai dengan tahun sampai dengan Pak Saeri tidak lagi menjabat kepala sekolah pada sekitar tahun 1958. Yang kemudian digantikan oleh Pak Tohir. Semua berjalan tenang dan damai. Medio tahun 60-an Sekolah itu dipimpin oleh Pak Busmar sampai dengan tahun 1966 pasca pecahnya G 30 S.
Kondisi politik dan ekonomi nasional era 60-an ini begitu rapuh. Pemerintahan Soekarno belum mampu memperbaiki keadaan perekonomian yang masih carut marut. Antri minyak tanah hampir disetiap titik untuk memasak pun menjadi hal yang sulit, tingkat inflasi mencapai lebih dari 600% praktis mata uang hampir tak bernilai. Kemiskinan kemudian menjadi wajah Indonesia secara keseluruhan.
Secara politik, era 60-an, era demokrasi terpimpin, Indonesia menganut sistem politik parlementer, Kabinet Dwikora dipolarisasi oleh tiga kekuatan besar plus militer. Tiga kekuatan besar itu ialah Nasionalis yaitu PNI kemudian Islam yang diwakili oleh Masyumi dan Komunis yaitu PKI. Tiga kekuatan besar partai politik plus militer ini saling bersaing untuk memerintah. Akibatnya friksi ideologi yang berbeda ini mengakibatkan suasana politik sering terjadi ketegangan. Belum lagi pemerintahan yang ada tersebut belum mampu menjawab tantangan perekonomian seperti yang diharapkan publik. Soekarno sebagai kepala negara sibuk mengayuh perahu diantara dua karang besar yaitu kapitalisme di blok barat dan komunisme di blok timur yang selalu bersitegang.
Masing-masing partai politik besar pun mengorganisasi rakyat dalam berbagai organisasi sebagai langkah menguasai kekuasaan saat itu. Termasuk didalam nya mengorganisir masyarakat dalam organisai petani, buruh, pelajar, mahasiswa bahkan organisasi profesi seperti guru dlsb. Semua dilakukan oleh partai politik dalam memenangkan pemilu untuk dapat memenangkan pertarungan kekuasaan.
Dengan kondisi objektif tersebut, hingga pecahlah Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa dan beberapa Elit Partai Komunis Indonesia yang menculik Jenderal Angkatan Darat. Dengan alasan Dewan Jenderal yang diculik tersebut akan berencana melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno (baca: Dalih Pembunuhan Massal/John Rossa). Yang kemudian kita kenal dengan G-30 S PKI.
Pasca itu, ada gerakan rakyat yang meminta untuk membubarkan Kabinet Dwikora, Penurunan Harga Barang dan Pembubaran PKI yang kita kenal kemudian dengan TRI TUNTUTAN RAKYAT (TRITURA) yang ditengarai diorganisir oleh Angkatan Darat. Ketidakpuasan rakyat atas kinerja kabinet dwikora yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.
Pelaksanaan Tritura inilah kemudian terjadi peristiwa besar yang membenamkan air mata panjang, fitnah panjang tak berkesudahan sampai hari ini pun belum ada permaafan/rekonsiliasi atas dosa sejarah yang korban-korbannya tidak mengerti apa saham mereka atas dosa sejarah yang tidak pernah dilakukan. Dalam sebuah pidato Soekarno mengatakan bahwa Suharto membunuh tikus dengan membakar lumbung padi.
Pasca pecahnya peristiwa itu, Kepala Sekolah SMP Negeri Pagar Alam (SMP N 1) saat itu dipegang oleh Pak Busmar yang merupakan suami dari Ibu Rohayah. Kemudian Pak Busmar digantikan dengan Bapak Musanif. Suami istri adalah pendidik yang hanya karena ikut berorganisasi. keluarga itu tidak punya saham sama sekali atas pembunuhan para jenderal dari peristiwa G 30 S tersebut, yang kemudian mereka harus menanggung dendam militer yang menyeret mereka atas arus perubahan pedih yang kejam. Dimana kemudian hanya karena ikut berorganisasi, Ibu Rohayah harus menanggung derita hidup dan lara berkepanjangan bahkan tidak berkesudahan sampai dengan hari ini. Dia diseret dalam fitnah seolah-olah pelaku atas dosa sejarah sehinggga harus dihukum atas peristiwa yang sama sekali tidak mereka lakukan.
Sampai diakhir pengabdiannya pun tetap bagai ikan dipisahkan dari air. Memendam air mata lebih dari 32 tahun. Seandainya ia memiliki diary tentang itu, mungkin sayatan pisau kepedihan akan mengisi setiap lembar buku yang dituliskannya.
Dia tetap bertahan untuk mengabdi kepada bangsa ini melalui mendidik putra besemah bahkan dalam jangka waktu yang sangat panjang yaitu periode 50-an sampai dengan 90-an tanpa memperdulikan jiwanya sendiri disiksa oleh derita yang tidak pernah dibuatnya.
Dia terus mengajar dan mendidik putra-putri besemah di SMP Negeri 1 Pagar Alam dengan penuh keikhlasan, tanpa berharap murid-muridnya akan mengerti tentang pengabdiannya kepada bangsa ini yang tidak pernah dihargai. Sebuah jiwa yang besar dari Ibu Rohayah, seorang wanita hebat. Yang kuingat tentangnya, ketika dia berjalan, ibu itu selalu tersenyum dan menyapa anak muridnya dengan senyumnya yang khas. Dengan sanggulnya yang selalu terpasang, ibu itu selalu terlihat sederhana dan bersahaja duka yang dipendamnya tak tampak dalam kesehariannya. Mungkin karena Ibu Rohayah lahir dan tumbuh dalam masa perjuangan, ia terbiasa kuat menahankannya, terlatih untuk kuat karena dia lahir dan tumbuh ketika bangsa ini memegang senjata dalam mengusir penjajah dan ia turut serta didalamnya. Kuyakin, orang yang lahir pada periode perang kemerdekaan itu pasti tetap memegang teguh idealisme perjuangan sebagai pejuang kemerdekaan. Dia bukanlah opportunis apalagi mengkhianati cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkannya dengan darah dan air mata.
Namun tidak bagi anak nya Pak Yulizar guru yang mengajarku menggambar dan melukis, sebagai seorang anak, ia begitu menderita, kedua orang tuanya dinistakan seperti tidak ada harganya dihadapan bangsa ini. Mereka bagai ikan dipisahkan dari kolamnya, dia terasing dan asingkan dari negerinya, masyarakatnya dan negaranya sendiri bahkan dari anak didiknya sendiri. Hanya karena propaganda, pemiskinan, penistaan sistematis oleh sebuah rejim yang berkuasa. Serangan psikologis, ekonomi, politik itu telah menghujam ke jantung jiwanya. Hal itu pastilah membuat siapa saja akan terguncang hebat.
Pengabdian Ibu itu kepada SMP Negeri 1 Pagar Alam, putra-putri besemah belum dapat ditandingi oleh siapapun. Mengikhlaskan waktu hampir seluruh umurnya untuk mengabdi kepada cita-cita revolusi nasional yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa yang memang masih jauh dari terwujud. Meski ia harus menghadapi segala fitnah, pemiskinan dan perlakuan tidak adil. Hal itu dikunyahnya sendiri dan dibuangnya dalam dalam didadanya. Tanpa berharap, walau setidak-tidaknya murid murid nya akan mengerti dan memahami kebenaran sejarah sebenarnya pada suatu saatnya nanti. Sejarah menjadi timpang, karena sejarah selalu dituliskan sepihak oleh mereka yang berkuasa untuk kepentingannya rejimnya saja. Sebagai landasan pelanggengan kekuasaan penguasa yang berkuasa.
Mungkin kita tidak sempat membayangkan bagaimana hancur hatinya sesak dadanya diantara senyum yang ditampilkannya ketika ia harus membaca dan mengajarkan buku sejarah nasional yang terdapat disetiap rak perpustakaan sekolah, yang isinya lebih cocok dikatakan sebagai fantasi dan bualan dari pada penulisan sejarah yang diajarkan kepada anak bangsa, meracuni setiap ruang pikir, mengajarkan kebencian yang tak beralasan serta pelaknatan terhadap sesama anak bangsa. Buku-buku itu masih tersimpan rapi diperpustakaan sekolah itu.
Korban salah satu nya adalah Pak Busmar dan keluarga. Ini berlangsung dari hari ke hari selama tiga dasawarsa terakhir pengabdiannya kepada bangsa ini.
Untuk itu mari, wahai putra bangsa yang lahir dari rahim SMP Negeri 1 Pagar Alam, kita berdamai dengan masa lalu yang begitu pedih. Kita letakkan sejarah sesuai dengan proporsinya. Sejarah semestinya kita letakkan pada perpektif pelaku dan korban. Sejatinya ketika yang bersalah, pelakunyalah yang mesti yang dihukum. Bukan kemudian mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah atasnya. Ibu Rohayah dan Suami nya Pak Busmar adalah korban kediktatoran kekuasaan dan manipulasi sejarah. Pelaku peristiwa G 30 S adalah pasukan cakrabirawa dan beberapa gelintir elit PKI. Mereka yang diseret-seret tidak layak mendapat hukuman sejarah yang maha berat itu. Belum lagi peristiwa itu sendiri masih menjadi kontroversi dan perdebatan sejarah bangsa ini yang misterius dan belum tuntas.
Di usia senjanya dihari hari yang mestinya ia beristirahat dimasa purnabaktinya ini, Ibu Rohayah belum bisa menikmati hari hari indah itu, dikenang sebagai pelaku sejarah penting bagi diletakkannya tonggak berdirinya dan berkembangnya SMP Negeri 1 Pagar alam. Fitnah yang melekat dirinya belum juga dihapuskan. Ibu itu mungkin masih dilanda kepedihan yang dalam.
Inilah momentum yang paling tepat bagi kita untuk memahami sejarah secara adil dan proporsional. Sang Bunda, Ibu Rohayah itu dalam kerentaannya akan selalu menanti anak-anaknya untuk bersimpuh kepadanya. Menempatkannya sesuai dengan pengabdiannya.
Nama baik, reputasi Pak Busmar dan Ibu Rohayah sudah semestinya dipulihkan kembali dan dikembalikan kehormatan mereka yang tercerabut akibat dari masalah politik, yang mereka sendiri tidak mengerti mengapa mereka diseret seret karenanya. Mereka berdua sebagai pasangan memiliki saham besar atas tegaknya SMP Negeri 1 Pagar Alam. Mereka berdua adalah pendiri SMP Negeri 1 Pagar Alam sama seperti Bapak Saeri, Bapak Sauf, Pak Tohir, Pak Lamsari, Ibu Murtini, Ibu Kus dan guru-guru lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bahkan Ibu Rohayah lah yang menjaga SMP Negeri 1 Pagar Alam dari awal berdirinya sampai dengan sekarang tegak kokoh yang telah banyak menghasilkan pemimpin bangsa. Mereka adalah pejuang tanpa pamrih demi mengkader generasi kini dan mendatang dan kitalah salah satu buah karya tangan ikhlas mereka.
Dalam momentum reuni akbar ini, mari seluruh alumni kita bersihkan sejarah kelam itu. Mari kita kembali, jenguklah ia. Pahlawan yang disingkirkan dari jasa dan pengabdiannya sendiri itu. Hingga kita bisa menutup yang salah dan mengembalikan yang benar.
Mungkin juga Ibu Rohayah telah lama lupa bagaimana cara dan rasanya tersenyum riang, senyum yang tersimpul diwajahnya senyum keletihan menahan derita. Ingin ku, ya aku sangat ingin mengusap lukanya itu. Hingga dia walau hanya sekali dapat merasakan kembali bagaimana rasa dan caranya tersenyum riang seperti sedia kala, sebelum terjadinya peristiwa G 30 S itu.
Kata terakhirku untuk mu Ibu Rohayah, seandainya aku memiliki waktu, aku berkeinginan menuliskan biografi mu secara lengkap hingga generasi kedepan tidak salah menilai mu. Pada saatnya nanti kau bisa beristirahat dengan tenang dan damai. Menghapus air mata lukamu disela sela kaca mata mu itu, dengan menggantikannya dengan air mata keharuan dan kecintaan kami kepadamu. Hingga kami tetap dapat mengenang senyum indah tersungging diantara bibir mu itu.
BERSAMBUNG
YUDHISTIRA.
Periodisasi sejarah tidak semua bisa tercatatkan dengan baik, semua terserak diantara saksi hidup yang menyimpan dan mendokumentasikan kenangan itu dalam ingatan, separuhnya disimpan dalam bentuk gambar yang mungkin gambar itu akan bercerita pada suatu saatnya nanti, sisanya puing bisu bangunan yang diam tidak bisa menceritakan dirinya sendiri . Bentuk-bentuk kesaksian ini bercampur menjadi Kenangan seiring dengan perjalanan bangsa ini baik itu manis maupun getir. dalam suatu suasana yang bisa ditafsirkan dalam situasi kebatinan yang berbeda-beda, namun ia akan tetap hidup dalam setiap denyut nadi kehidupan manusia meski dari satu zaman ke zaman yang lain mempunyai makna yang berbeda.
Sejarah sejatinya adalah cerita perjalanan peradaban manusia yang hal itu bukan saja sebuah cerita, tapi ia berisikan kondisi objektif sosial, politik, ekonomi, kultur saat itu. Pagar alam dengan bentang alam yang begitu baik, tanah subur, masyarakat agraris bergotong royong dengan solidaritas terhadap sesama yang tinggi. Saat itu, daerah ini cukup terisolasi, untuk mencapainya orang-orang harus menempuh jalan berkelok dan berat untuk mencapainya. Disanalah SMP Negeri 1 Pagar alam berada, dipayungi oleh kokohnya gunung dempo, hawa dingin nan sejuk menjadikan kota kecil yang dulunya terisolasi dari kehidupan kini telah menjadi salah satu kota dengan pertanian dan pariwisata sebagai andalannya.
SMP Negeri 1 Pagar alam, sebagai wadah mencetak kader bangsa, telah menghasilkan begitu banyak putra terbaiknya dan telah mengabdi diberbagai bidang kehidupan baik itu dalam pemerintahan, politik, seni, pers, wirausaha dan lain sebagainya. Untuk itu, semestinya kita tidak bisa lupa atau melupakan bagaimana jerih payah, keringat, dan air mata bagaimana sebuah sekolah di kota kecil itu dibangun dan dibesarkan. Hal itu dibangun oleh, guru-guru, orang tua murid, tokoh masyarakat, pemerintah yang berdedikasi tinggi tanpa mengenal lelah, mereka menginginkan anak-anak muda dikota kecil yang bernama Pagar alam itu dibekali pengetahuan, bagaimana ilmu pengetahuan itu menuntun mereka untuk menjadi manusia yang beradab dan memberikan sumbangsih besar bagi bangsa ini.
Mulanya pada tahun 1947 Sekolah Menengah Pertama telah berdiri dikota Pagar Alam yang mencetak tamatan pertamanya Bapak Musanif yang berlokasi di Jalan Mayjend S. Parman yang saat ini telah menjadi SMA PGRI Pagar alam. Namun ketika akhir tahun 1948, ketika pendudukan Belanda kedua sekolah tersebut dibumi hanguskan akhirnya sekolah tersebut bubar begitupun murid muridnya. Hal ini pada periode itu memutus generasi pendidikan menengah untuk periode beberapa waktu paling tidak dalam waktu empat tahunan.
( Berphoto dengan Pak Musanif salah seorang alumni yang pertama smpn Pagaralam )
Tekad untuk tetap mendirikan Sekolah Menengah Pertama tersebut akhirnya dikuatkan dengan berdiri kembali Sekolah Menengah Pertama dengan status sekolah swasta pada tahun 1952 salah satu alumninya adalah Bapak H.M. Kafrawi Rachim. Sekolah tempat mendidik Bapak Kafrawi Rachim inilah kemudian cikal bakal lahirnya SMP Negeri 1 Pagar Alam.
( berphoto bersama Bapak H.M Kafrawi Rachim )
Bapak Rachim, Bapak Latif dan Bapak Nangcik beserta anggota masyarakat lainnya bermufakat untuk meningkatkan status sekolah menengah pertama tempat bapak Kafrawi Rachim bersekolah itu kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Menengah Pertama Negeri Pagaralam pada tahun 1956. kegembiraan itu ditandai dengan diadakanlah pesta rakyat untuk meresmikan sekolah tersebut menjadi sekolah menengah pertama negeri satu-satunya pada saat itu di kota kecil Pagar Alam. kota kecil itu begitu gembira menyambut perubahan status SMP Alundua menjadi SMP Negeri Pertama yang kemudian menjadi SMP Negeri 1 Pagar Alam.
Bapak Muhammad Saeri pemuda 26 tahun tamatan SGB di Boyolali Jawa Tengah tanpa rasa takut datang ke kota kecil itu untuk sebuah pengabdian seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang kemudian menjadi Kepala Sekolah Pertama SMP Negeri Pagar Alam pada tahun 1956. Dia harus menempuh perjalanan 3 hari dari tempat kelahirannya menyeberangi selat sunda, kemudian naik kereta api dari tanjung karang menuju lahat, kemudian melanjutkan naik bis sampai ke tempat pengabdiannya SMP Negeri Pagar alam pertama suatu tempat yang belum bisa dibayangkan olehnya sebelumnya.
Sesampainya di sekolah yang ditujunya itu, sekolah itu masih dalam bentuk pendopo tanpa dinding, dia ditemani ibu Murtini yang kemudian dipersuntingya, Pak Lamsari, Pak Busmar, Ibu Rohayah, Pak Sauf dan beberapa guru lainnya membangun dan mengabdi untuk mendidik putra bangsa yang terisolasi dari kehidupan luar, mereka dengan gigih mengajar dan mendidik putra bangsa dikota kecil belum lagi tersentuh pembangunan akibat dari baru bebasnya bangsa itu dari belenggu penjajahan.
Ibu Murtini yang merupakan istri Pak M. Saeri itu tidak bisa melupakan kenangannya terhadap salah seorang muridnya. Yaitu seorang anak dari desa Bandar besar tinggi dan pintar itu, dialah Bochari Rachman, Ibu Murtini sangat mengenangnya, anak yang seringkali terlambat itu. Anak itu berjinjit-jinjit bersembunyi menyelusup masuk kelas ketika Ibu Murtini lengah menulis di papan tulis ketika pelajaran telah dimulai. Keinginan kuat anak itu untuk bersekolah dari tempat yang sangat jauh, hanya dapat ditempuh dengan mobil tua yang terseok-seok, ketika melewati tebing lematang mobil yang ditumpanginya itu harus didorong berulang kali mengakibatkan dia sering kali terlambat ke sekolah. Tapi kepintaran dan keinginan kuatnyalah Ibu Murtini tidak bisa melupakan anak muridnya itu, kemudian saatnya nanti muridnya itu menjelma menjadi Professor dan menjadi pendidik mengikuti jejak guru kesayangannya itu dan dialah salah satu siswa pertama SMP Negeri Pagar alam yang juga salah putra terbaiknya.
Lain lagi cerita yang dikenang oleh Bapak Machfudz Rachim, dia mengenang betapa mirisnya pendidikan pada awal kemerdekaan itu, siswa bahu-membahu dengan guru menyelesaikan prasarana fisik gedung sekolah itu dengan selalu melaksanakan kerja bakti. Para murid saat itu tidak hanya ditugasi belajar tetapi juga melaksanakan kerja bakti secara bergotong royong untuk memperbaiki kondisi sekolah sehingga kondisinya berangsur layak menjadi kelas dalam proses belajar mengajar. Itulah yang dapat mereka kenang tentang SMP Negeri Pagar alam cikal bakal SMP negeri 1 Pagar Alam.
Napak tilas sejarah ini menjadi tonggak sejarah penting pendidikan umum di Kota Pagar alam, puing bangunan yang tersisa, pohon beringin yang masih berdiri tegak, pekuburan limbungan disekitar SMP Negeri 1 Pagar Alam itu menjadi saksi bisu evolusi itu, andai mereka dapat bercerita, akan menjadi sangat lengkap tonggak sejarah itu dapat diletakkan dan dituliskan sesuai dengan proporsinya.
Benar kata Bapak Revolusi Nasional Soekarno JANGAN PERNAH MELUPAKAN SEJARAH. Karena dari sejarahlah, kita dapat memetik pelajaran dan cermin yang jujur bagaimana perjuangan dimasa lalu telah dibenihkan untuk kita tuai dimasa ini dan mendatang hingga kita dapat menggapai masa depan yang gilang gemilang. Mereka yang berperan mendidik putera-puteri besemah itu, mesti lah kita berikan penghargaan dan penghormatan yang tinggi tanpa mereka apalah artinya kota itu. Kota itu tidak akan menjadi kota yang beradab seperti di masa ini.
Saat ini, SMP Negeri 1 Pagar alam telah menghasilkan siswa nya yang mengabdi disegala bidang kehidupan, bahkan beberapa diantara ada yang telah menduduki puncak karir dimasing-masing bidangnya, yaitu ada telah menghasilkan menjadi Jenderal, Walikota, Wakil Rakyat, Hakim, Seniman bahkan Pengusaha.
Itulah selayang pandang tentang sekolah tua itu, yang telah berumur lebih dari setengah abad namun diketuaannya dia tidak menjadi tua bahkan dia semakin berperan mencetak kader bangsa yang berkualitas.
Tibalah saatnya bagi alumni, anak-anaknya untuk memberikan ruang waktu, tenaga, pikirannya untuk urun rembug bersama-sama tidak hanya untuk kembali mengenang masa indah yang dialami sewaktu berseragam putih biru. Tapi dapat berkontribusi bersama terhadap rumah besar dimana kita dibesarkan. Rumah ini silih berganti beregenerasi dan beranak pinak terus menghasilkan alumninya dan dia takkan pernah berhenti untuk menghasilkan putra bangsa terbaiknya. Namun sudah selayaknyalah kita kembali mendengarkan panggilannya, panggilan bunda terhadap anaknya untuk bersama kembali. Bukan hanya sekedar kembali tapi memperbaiki rumah besarnya dan memperindahnya. Sang bunda memanggilnya seluruh anak-anaknya untuk mengabdi kepadanya.
MARI BERDAMAI DENGAN MASA LALU
Kebenaran tentang perebutan kekuasaan tidak boleh dibikin jelas;
pada mulanya ia terjadi tanpa alasan tapi kemudian menjadi masuk
akal. Kita harus memastikan bahwa kebenaran itu dianggap sah dan
abadi; adapun asal-muasalnya sendiri harus disembunyikan, jika kita
tidak ingin kebenaran itu cepat berakhir.
Setelah dua tahun Bapak Muhammad Saeri menjadi Kepala Sekolah SMP Negeri Pagar Alam (waktu itu, satu-satunya SMP Negeri disana) tepatnya tahun 1958. Bapak Saeri mengundang adiknya Bapak Syamsuri yang baru saja tamat SGA di Yogyakarta untuk membantunya di Pagar Alam untuk menjadi tenaga pengajar disekolah yang dipimpinnya itu. Karena sekolah yang baru saja dibangun dan dikembangkan itu masih sangat kurang tenaga pendidik, maka Bapak Syamsuri pun ikut serta menjadi tenaga honorer di sekolah itu.
Ketika tim penelusur sejarah mendatanginya Bapak Syamsuri bercerita ketika ia menjadi tenaga honorer, murid-muridnya, masyarakat, tokoh masyarakat begitu besar memberikan dukungan besar kepada tenaga pendidik disekolah itu. Masyarakat di kota kecil itu menempatkan guru dalam kedudukan yang sangat tinggi. Dan sering kali diberikan banyak kemudahan kepadanya dan dirinya pun sebagai rantauan pun diterima dengan baik oleh masyarakat disana.
Dengan gaji sebesar Rp.17 (Tujuh Belas Rupiah) saja, jika dibelanjakan mungkin uang sekecil itu hanya dapat bertahan dalam seminggu bahkan kurang walau hanya untuk membeli kebutuhan pokok saja. Namun, kultur masyarakat kota kecil itu begitu indah, hampir setiap hari rumahnya tinggalnya tepat di depan jagalan atau simpang dusun pagar alam disinggahi masyarakat dan orang tua murid hanya untuk memberikan sayur-sayuran dan buah-buahan segar sebagai penghargaan kepadanya sebagai tenaga pendidik disana. Itulah kultur masyarakat Pagar alam yang masih terwariskan sampai dengan sekarang. Sebuah pengabdian tangguh tanpa berpikir akan imbalan, itulah cermin guru pada saat itu.
Kondisi Pagar alam yang damai dan sejuk tidak terpengaruh dengan hiruk pikuk politik, itu berlanjut sampai dengan tahun sampai dengan Pak Saeri tidak lagi menjabat kepala sekolah pada sekitar tahun 1958. Yang kemudian digantikan oleh Pak Tohir. Semua berjalan tenang dan damai. Medio tahun 60-an Sekolah itu dipimpin oleh Pak Busmar sampai dengan tahun 1966 pasca pecahnya G 30 S.
Kondisi politik dan ekonomi nasional era 60-an ini begitu rapuh. Pemerintahan Soekarno belum mampu memperbaiki keadaan perekonomian yang masih carut marut. Antri minyak tanah hampir disetiap titik untuk memasak pun menjadi hal yang sulit, tingkat inflasi mencapai lebih dari 600% praktis mata uang hampir tak bernilai. Kemiskinan kemudian menjadi wajah Indonesia secara keseluruhan.
Secara politik, era 60-an, era demokrasi terpimpin, Indonesia menganut sistem politik parlementer, Kabinet Dwikora dipolarisasi oleh tiga kekuatan besar plus militer. Tiga kekuatan besar itu ialah Nasionalis yaitu PNI kemudian Islam yang diwakili oleh Masyumi dan Komunis yaitu PKI. Tiga kekuatan besar partai politik plus militer ini saling bersaing untuk memerintah. Akibatnya friksi ideologi yang berbeda ini mengakibatkan suasana politik sering terjadi ketegangan. Belum lagi pemerintahan yang ada tersebut belum mampu menjawab tantangan perekonomian seperti yang diharapkan publik. Soekarno sebagai kepala negara sibuk mengayuh perahu diantara dua karang besar yaitu kapitalisme di blok barat dan komunisme di blok timur yang selalu bersitegang.
Masing-masing partai politik besar pun mengorganisasi rakyat dalam berbagai organisasi sebagai langkah menguasai kekuasaan saat itu. Termasuk didalam nya mengorganisir masyarakat dalam organisai petani, buruh, pelajar, mahasiswa bahkan organisasi profesi seperti guru dlsb. Semua dilakukan oleh partai politik dalam memenangkan pemilu untuk dapat memenangkan pertarungan kekuasaan.
Dengan kondisi objektif tersebut, hingga pecahlah Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa dan beberapa Elit Partai Komunis Indonesia yang menculik Jenderal Angkatan Darat. Dengan alasan Dewan Jenderal yang diculik tersebut akan berencana melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno (baca: Dalih Pembunuhan Massal/John Rossa). Yang kemudian kita kenal dengan G-30 S PKI.
Pasca itu, ada gerakan rakyat yang meminta untuk membubarkan Kabinet Dwikora, Penurunan Harga Barang dan Pembubaran PKI yang kita kenal kemudian dengan TRI TUNTUTAN RAKYAT (TRITURA) yang ditengarai diorganisir oleh Angkatan Darat. Ketidakpuasan rakyat atas kinerja kabinet dwikora yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno.
Pelaksanaan Tritura inilah kemudian terjadi peristiwa besar yang membenamkan air mata panjang, fitnah panjang tak berkesudahan sampai hari ini pun belum ada permaafan/rekonsiliasi atas dosa sejarah yang korban-korbannya tidak mengerti apa saham mereka atas dosa sejarah yang tidak pernah dilakukan. Dalam sebuah pidato Soekarno mengatakan bahwa Suharto membunuh tikus dengan membakar lumbung padi.
Pasca pecahnya peristiwa itu, Kepala Sekolah SMP Negeri Pagar Alam (SMP N 1) saat itu dipegang oleh Pak Busmar yang merupakan suami dari Ibu Rohayah. Kemudian Pak Busmar digantikan dengan Bapak Musanif. Suami istri adalah pendidik yang hanya karena ikut berorganisasi. keluarga itu tidak punya saham sama sekali atas pembunuhan para jenderal dari peristiwa G 30 S tersebut, yang kemudian mereka harus menanggung dendam militer yang menyeret mereka atas arus perubahan pedih yang kejam. Dimana kemudian hanya karena ikut berorganisasi, Ibu Rohayah harus menanggung derita hidup dan lara berkepanjangan bahkan tidak berkesudahan sampai dengan hari ini. Dia diseret dalam fitnah seolah-olah pelaku atas dosa sejarah sehinggga harus dihukum atas peristiwa yang sama sekali tidak mereka lakukan.
Sampai diakhir pengabdiannya pun tetap bagai ikan dipisahkan dari air. Memendam air mata lebih dari 32 tahun. Seandainya ia memiliki diary tentang itu, mungkin sayatan pisau kepedihan akan mengisi setiap lembar buku yang dituliskannya.
Dia tetap bertahan untuk mengabdi kepada bangsa ini melalui mendidik putra besemah bahkan dalam jangka waktu yang sangat panjang yaitu periode 50-an sampai dengan 90-an tanpa memperdulikan jiwanya sendiri disiksa oleh derita yang tidak pernah dibuatnya.
Dia terus mengajar dan mendidik putra-putri besemah di SMP Negeri 1 Pagar Alam dengan penuh keikhlasan, tanpa berharap murid-muridnya akan mengerti tentang pengabdiannya kepada bangsa ini yang tidak pernah dihargai. Sebuah jiwa yang besar dari Ibu Rohayah, seorang wanita hebat. Yang kuingat tentangnya, ketika dia berjalan, ibu itu selalu tersenyum dan menyapa anak muridnya dengan senyumnya yang khas. Dengan sanggulnya yang selalu terpasang, ibu itu selalu terlihat sederhana dan bersahaja duka yang dipendamnya tak tampak dalam kesehariannya. Mungkin karena Ibu Rohayah lahir dan tumbuh dalam masa perjuangan, ia terbiasa kuat menahankannya, terlatih untuk kuat karena dia lahir dan tumbuh ketika bangsa ini memegang senjata dalam mengusir penjajah dan ia turut serta didalamnya. Kuyakin, orang yang lahir pada periode perang kemerdekaan itu pasti tetap memegang teguh idealisme perjuangan sebagai pejuang kemerdekaan. Dia bukanlah opportunis apalagi mengkhianati cita-cita kemerdekaan yang diperjuangkannya dengan darah dan air mata.
Namun tidak bagi anak nya Pak Yulizar guru yang mengajarku menggambar dan melukis, sebagai seorang anak, ia begitu menderita, kedua orang tuanya dinistakan seperti tidak ada harganya dihadapan bangsa ini. Mereka bagai ikan dipisahkan dari kolamnya, dia terasing dan asingkan dari negerinya, masyarakatnya dan negaranya sendiri bahkan dari anak didiknya sendiri. Hanya karena propaganda, pemiskinan, penistaan sistematis oleh sebuah rejim yang berkuasa. Serangan psikologis, ekonomi, politik itu telah menghujam ke jantung jiwanya. Hal itu pastilah membuat siapa saja akan terguncang hebat.
Pengabdian Ibu itu kepada SMP Negeri 1 Pagar Alam, putra-putri besemah belum dapat ditandingi oleh siapapun. Mengikhlaskan waktu hampir seluruh umurnya untuk mengabdi kepada cita-cita revolusi nasional yaitu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa yang memang masih jauh dari terwujud. Meski ia harus menghadapi segala fitnah, pemiskinan dan perlakuan tidak adil. Hal itu dikunyahnya sendiri dan dibuangnya dalam dalam didadanya. Tanpa berharap, walau setidak-tidaknya murid murid nya akan mengerti dan memahami kebenaran sejarah sebenarnya pada suatu saatnya nanti. Sejarah menjadi timpang, karena sejarah selalu dituliskan sepihak oleh mereka yang berkuasa untuk kepentingannya rejimnya saja. Sebagai landasan pelanggengan kekuasaan penguasa yang berkuasa.
Mungkin kita tidak sempat membayangkan bagaimana hancur hatinya sesak dadanya diantara senyum yang ditampilkannya ketika ia harus membaca dan mengajarkan buku sejarah nasional yang terdapat disetiap rak perpustakaan sekolah, yang isinya lebih cocok dikatakan sebagai fantasi dan bualan dari pada penulisan sejarah yang diajarkan kepada anak bangsa, meracuni setiap ruang pikir, mengajarkan kebencian yang tak beralasan serta pelaknatan terhadap sesama anak bangsa. Buku-buku itu masih tersimpan rapi diperpustakaan sekolah itu.
Korban salah satu nya adalah Pak Busmar dan keluarga. Ini berlangsung dari hari ke hari selama tiga dasawarsa terakhir pengabdiannya kepada bangsa ini.
Untuk itu mari, wahai putra bangsa yang lahir dari rahim SMP Negeri 1 Pagar Alam, kita berdamai dengan masa lalu yang begitu pedih. Kita letakkan sejarah sesuai dengan proporsinya. Sejarah semestinya kita letakkan pada perpektif pelaku dan korban. Sejatinya ketika yang bersalah, pelakunyalah yang mesti yang dihukum. Bukan kemudian mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah atasnya. Ibu Rohayah dan Suami nya Pak Busmar adalah korban kediktatoran kekuasaan dan manipulasi sejarah. Pelaku peristiwa G 30 S adalah pasukan cakrabirawa dan beberapa gelintir elit PKI. Mereka yang diseret-seret tidak layak mendapat hukuman sejarah yang maha berat itu. Belum lagi peristiwa itu sendiri masih menjadi kontroversi dan perdebatan sejarah bangsa ini yang misterius dan belum tuntas.
Di usia senjanya dihari hari yang mestinya ia beristirahat dimasa purnabaktinya ini, Ibu Rohayah belum bisa menikmati hari hari indah itu, dikenang sebagai pelaku sejarah penting bagi diletakkannya tonggak berdirinya dan berkembangnya SMP Negeri 1 Pagar alam. Fitnah yang melekat dirinya belum juga dihapuskan. Ibu itu mungkin masih dilanda kepedihan yang dalam.
Inilah momentum yang paling tepat bagi kita untuk memahami sejarah secara adil dan proporsional. Sang Bunda, Ibu Rohayah itu dalam kerentaannya akan selalu menanti anak-anaknya untuk bersimpuh kepadanya. Menempatkannya sesuai dengan pengabdiannya.
Nama baik, reputasi Pak Busmar dan Ibu Rohayah sudah semestinya dipulihkan kembali dan dikembalikan kehormatan mereka yang tercerabut akibat dari masalah politik, yang mereka sendiri tidak mengerti mengapa mereka diseret seret karenanya. Mereka berdua sebagai pasangan memiliki saham besar atas tegaknya SMP Negeri 1 Pagar Alam. Mereka berdua adalah pendiri SMP Negeri 1 Pagar Alam sama seperti Bapak Saeri, Bapak Sauf, Pak Tohir, Pak Lamsari, Ibu Murtini, Ibu Kus dan guru-guru lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bahkan Ibu Rohayah lah yang menjaga SMP Negeri 1 Pagar Alam dari awal berdirinya sampai dengan sekarang tegak kokoh yang telah banyak menghasilkan pemimpin bangsa. Mereka adalah pejuang tanpa pamrih demi mengkader generasi kini dan mendatang dan kitalah salah satu buah karya tangan ikhlas mereka.
Dalam momentum reuni akbar ini, mari seluruh alumni kita bersihkan sejarah kelam itu. Mari kita kembali, jenguklah ia. Pahlawan yang disingkirkan dari jasa dan pengabdiannya sendiri itu. Hingga kita bisa menutup yang salah dan mengembalikan yang benar.
Mungkin juga Ibu Rohayah telah lama lupa bagaimana cara dan rasanya tersenyum riang, senyum yang tersimpul diwajahnya senyum keletihan menahan derita. Ingin ku, ya aku sangat ingin mengusap lukanya itu. Hingga dia walau hanya sekali dapat merasakan kembali bagaimana rasa dan caranya tersenyum riang seperti sedia kala, sebelum terjadinya peristiwa G 30 S itu.
Kata terakhirku untuk mu Ibu Rohayah, seandainya aku memiliki waktu, aku berkeinginan menuliskan biografi mu secara lengkap hingga generasi kedepan tidak salah menilai mu. Pada saatnya nanti kau bisa beristirahat dengan tenang dan damai. Menghapus air mata lukamu disela sela kaca mata mu itu, dengan menggantikannya dengan air mata keharuan dan kecintaan kami kepadamu. Hingga kami tetap dapat mengenang senyum indah tersungging diantara bibir mu itu.
BERSAMBUNG
YUDHISTIRA.
Tuesday, May 4, 2010
Tuesday, March 30, 2010
REUNI SMPN1 PAGARALAM 2010
REUNI SMPN 1 PAGARALAM 2010
REUNI AKBAR ALUMNI SMP NEGERI 1 PAGARALAM TAHUN 2010
HARI MINGGU 12 SEPTEMBER 2010 (HARI RAYA KE 3 IDUL FITRI).
Tarikh: 12hb September 2010
Masa: 8.30 pagi - 1.00 ptg
Lokasi: Almamater SMP Negeri 1 Pagaralam
HASIL RAPAT PERTAMA 28 MARET PANITIA ALUMNI SMPN1 PAGARALAM
Semalam pada pukul 6.19 ptg
HASIL RAPAT PERTAMA 28 MARET PANITIA ALUMNI SMPN1 PAGARALAM
DI BELAKANG PU, DI RUMAH YULI HENDARINI.
Hari ini pada pukul 2.11 ptg
HASIL PEMBAHASAN RAPAT
REUNI ALUMNI SMPN 1 PAGARALAM
28/MARET/2010
PEMBAHASAN PERTAMA :
TERBENTUKNYA SUSUNAN PANITIA :
DENGAN PERINCIAN SBB :
Penasehat / Pelindung :
1. H. DJAZULI KURIS
2. Kepala Sekolah SMPN 1 Pagaralam
Ketua Umum : Jepriadi
Ketua I : Ujang Darmadi
Ketua II : R.M . Syafe’I (Endik Johar)
Sekretaris Umum : Budi Apriansyah
Sekretaris I : Armand Kahfi
Sekretaris II Rudi Herawan
Noprika Aladin
Bendahara : Yuli Hendarini
Endang Norieswara
Chairunnisyah (Uni)
Humas : Alfrenzi Panggar besi
Koordinator : Anjas H
Anggota - Silahudin
- Ardiansyah - syafrizal irwan
- Rizal Effendi - Tika
- Herman - shinta aggraini
- Aan - Helen vornika
- Dedi Surya D - Alex iskandar
Perlengkapan / Logistik
Koordinator : Ilham Maulana
Anggota - Kusmanto - Iksan
- Deni - Yudi
- Ronal - Holdi
- Tarmizi - Kusmanto
- Herozon - Varolan
- Zulmansyah - Agus Effendi
- Anom - Agustari
- Adi Alfian - Muliadi nasir
Konsumsi
Koordinator : Erna
Anggota : - Eka Kristina Dewi - Jeny sandiyah
- Dewi Aprianti - dopi
- Lesiati - vivin juniarti
- Salmi Widayanti - lismiati
- Marnery - m.azhrinto
- Tita Fitri A - herdiansyah
- Yulisa - doni
- ita fitrianah - zulaiha
Transportasi / Akomodasi
Koordinator : - Yanto Garuda - Antoni
- Panca Indra - M fako
- Hendry Z - Ilham
- Eka agustiawan - hanifudin
- Edwar mardiah daut - ajiman
- Alex iskandar - sutarman
Penggalangan Dana : - Ellan Sulthon - Aidil Fitri
- Ferry Ramsyah - Popy Djazuli
- Wika Jhoneskan - Yundri
- Dewi M Dharman - Iwan
- Dewi Erlita - Welly
Dokumentasi : - Didik umar
- Oyik Rasman
- Deni
- Dini mirasari
- Kristina
- Nur oktaviany
Acara : - Darni
- Fahran radi
- Safarudin
Kesekretariatan : - Wedi
- Nasrul musanif
- Ropi Terim
Keamanan : - Ramdani
Sumber info ini isandi Armand Kahfi, sekretaris 1.
REUNI AKBAR ALUMNI SMP NEGERI 1 PAGARALAM TAHUN 2010
HARI MINGGU 12 SEPTEMBER 2010 (HARI RAYA KE 3 IDUL FITRI).
Tarikh: 12hb September 2010
Masa: 8.30 pagi - 1.00 ptg
Lokasi: Almamater SMP Negeri 1 Pagaralam
HASIL RAPAT PERTAMA 28 MARET PANITIA ALUMNI SMPN1 PAGARALAM
Semalam pada pukul 6.19 ptg
HASIL RAPAT PERTAMA 28 MARET PANITIA ALUMNI SMPN1 PAGARALAM
DI BELAKANG PU, DI RUMAH YULI HENDARINI.
Hari ini pada pukul 2.11 ptg
HASIL PEMBAHASAN RAPAT
REUNI ALUMNI SMPN 1 PAGARALAM
28/MARET/2010
PEMBAHASAN PERTAMA :
TERBENTUKNYA SUSUNAN PANITIA :
DENGAN PERINCIAN SBB :
Penasehat / Pelindung :
1. H. DJAZULI KURIS
2. Kepala Sekolah SMPN 1 Pagaralam
Ketua Umum : Jepriadi
Ketua I : Ujang Darmadi
Ketua II : R.M . Syafe’I (Endik Johar)
Sekretaris Umum : Budi Apriansyah
Sekretaris I : Armand Kahfi
Sekretaris II Rudi Herawan
Noprika Aladin
Bendahara : Yuli Hendarini
Endang Norieswara
Chairunnisyah (Uni)
Humas : Alfrenzi Panggar besi
Koordinator : Anjas H
Anggota - Silahudin
- Ardiansyah - syafrizal irwan
- Rizal Effendi - Tika
- Herman - shinta aggraini
- Aan - Helen vornika
- Dedi Surya D - Alex iskandar
Perlengkapan / Logistik
Koordinator : Ilham Maulana
Anggota - Kusmanto - Iksan
- Deni - Yudi
- Ronal - Holdi
- Tarmizi - Kusmanto
- Herozon - Varolan
- Zulmansyah - Agus Effendi
- Anom - Agustari
- Adi Alfian - Muliadi nasir
Konsumsi
Koordinator : Erna
Anggota : - Eka Kristina Dewi - Jeny sandiyah
- Dewi Aprianti - dopi
- Lesiati - vivin juniarti
- Salmi Widayanti - lismiati
- Marnery - m.azhrinto
- Tita Fitri A - herdiansyah
- Yulisa - doni
- ita fitrianah - zulaiha
Transportasi / Akomodasi
Koordinator : - Yanto Garuda - Antoni
- Panca Indra - M fako
- Hendry Z - Ilham
- Eka agustiawan - hanifudin
- Edwar mardiah daut - ajiman
- Alex iskandar - sutarman
Penggalangan Dana : - Ellan Sulthon - Aidil Fitri
- Ferry Ramsyah - Popy Djazuli
- Wika Jhoneskan - Yundri
- Dewi M Dharman - Iwan
- Dewi Erlita - Welly
Dokumentasi : - Didik umar
- Oyik Rasman
- Deni
- Dini mirasari
- Kristina
- Nur oktaviany
Acara : - Darni
- Fahran radi
- Safarudin
Kesekretariatan : - Wedi
- Nasrul musanif
- Ropi Terim
Keamanan : - Ramdani
Sumber info ini isandi Armand Kahfi, sekretaris 1.
Subscribe to:
Posts (Atom)